Kenapa Ada Pasal Pencemaran Nama Baik?
Tujuan utama dari penggunaan undang-undang
terkait dengan pencemaran nama baik adalah melindungi reputasi. Akan tetapi,
berbagai praktek yang terjadi di sejumlah negara menunjukkan terjadinya
penyalahgunaan undang-undang pencemaran nama baik untuk membungkam masyarakat
melakukan debat terbuka dan meredam kritik yang sah terhadap kesalahan yang
dilakukan pejabat. Ancaman sanksi pidana berat, seperti hukuman penjara,
memberi dampak yang menghambat kebebasan berekspresi bagi warganegara.
Sanksi semacam itu jelas tidak dapat dibenarkan,
khususnya karena sanksi non pidana dinilai cukup untuk memberikan pemulihan
yang sesuai terhadap pencemaran reputasi seseorang. Kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan hukum pidana terhadap tindak pencemaran nama baik selalu ada,
bahkan di negara-negara yang memberlakukan undang-undang tersebut secara
moderat. Menggunakan undang-undang tindak pidana pencemaran nama baik demi
menjaga ketertiban umum merupakan hal yang keliru.
Mahkamah Konstitusi sendiri telah memutuskan
bahwa pasal-pasal Pencemaran Nama Baik, baik berupa Pasal 310 dan 311 KUHP,
maupun Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah konstitusional. Menurut MK, pasal-pasal
tersebut merupakan pengejawantahan dari kewajiban negara untuk melindungi dan
menjamin penghormatan terhadap setiap hak konstitusional seperti yang
ditegaskan dalam Pasal 28 G Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Keputusan ini diberikan oleh
Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Agustus 2008 untuk Pasal 310 dan 311 KUHP.
Sedangkan keputusan atas Pasal 27 Ayat (3) UU ITE
diberikan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 5 Mei 2009. Keputusan Mahkamah
Konsitusi untuk mempertahankan pasal-pasal pencemaran nama dalam sistem hukum
Indonesia masih diperdebatkan oleh publik hingga saat ini karena dinilai
kontraproduktif terhadap kebebasan berekspresi di negara demokratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar